Tawasul

Tawasul – Makna dan Keindahan Untuk Karomah

Posted on

Tawasul – Makna dan Keindahan Untuk Karomah. Makna dan Keindahan Tawasul Untuk Karomah. Dalam perjalanan rohani umat Islam, tawasul sering dianggap sebagai jembatan yang menghubungkan antara hamba dengan Tuhannya. Tawasul, atau berdoa melalui perantaraan seorang wali atau orang shaleh, menjadi cara bagi banyak orang untuk memohon karomah atau mukjizat dari Allah SWT.

Namun, apa sebenarnya esensi dari tawasul? Dan bagaimana kita dapat mempraktikkannya dengan benar agar mendapatkan karomah yang diharapkan?

Mari kita telaah lebih dalam tentang makna dan keindahan tawasul dalam memohon karomah Ilahi.

Apa Itu Tawasul?

Tawasul

Dalam kehidupan beragama, khususnya dalam tradisi Islam, tawasul menjadi salah satu konsep yang sering dibincangkan dan dipraktikkan oleh sebagian umat. Namun, apa sebenarnya yang dimaksud dengan tawasul? Dan mengapa tawasul menjadi bagian dari tradisi doa bagi sebagian besar umat Islam?

Kata “tawasul” berasal dari akar kata Arab “وسل” (wasala) yang berarti menghubungkan atau mediasi. Dalam konteks keagamaan, tawasul adalah tindakan meminta pertolongan atau perantaraan seseorang yang dianggap memiliki kedudukan baik di sisi Allah, seperti para Nabi, wali, atau orang shaleh, dalam doa atau permohonan kepada Allah.

Meski tawasul melibatkan perantaraan, inti dari tawasul adalah tetap fokus kepada Allah SWT. Tawasul bukan berarti meminta pertolongan langsung dari perantara, melainkan memohon agar perantara tersebut mendoakan atau memintakan pertolongan kepada Allah untuk kita. Esensi tawasul adalah mengakui keagungan Allah dan menghargai posisi orang-orang shaleh yang dekat denganNya.

Beberapa ayat dan hadits menjelaskan tentang konsep tawasul, meskipun interpretasinya mungkin berbeda di antara para ulama. Salah satu contohnya adalah firman Allah dalam Surah An-Nisa (4:64):
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul pun melainkan untuk ditaati dengan seizin Allah. Sekiranya mereka ketika menganiaya diri mereka sendiri datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, niscaya mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”

Tawasul kerap dipraktikkan dalam berbagai bentuk doa, baik di dalam kegiatan keagamaan bersama seperti majelis dzikir, ataupun dalam doa pribadi. Namun, penting untuk selalu memastikan bahwa niat dan pemahaman kita tentang tawasul sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Tawasul yang Diperbolehkan

Meskipun digunakan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, tampaknya terdapat tawasul yang menyimpang dari ajaran Islam. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk memahami tawasul yang diperbolehkan dalam Islam.

Meskipun tawasul berarti menggunakan perantara dalam mengajukan hajat dan doa, ini tidak berarti kita boleh menjadikan individu yang sudah meninggal sebagai perantara. Tawasul yang sesuai dengan ajaran Islam adalah yang telah ditetapkan oleh syariat. Salah satu contohnya adalah bertawasul dengan menggunakan nama-nama Allah atau asmaul husna. Pendekatan ini didukung oleh dalil-dalil yang ada:

“Tawasul” adalah suatu konsep dalam Islam di mana seseorang menggunakan perantara dalam doanya kepada Allah. Meskipun konsep ini diakui dalam Islam, ada variasi dalam interpretasinya dan beberapa pendekatan yang dianggap keliru oleh sebagian ulama. Dalam tulisan kalian, kalian menggarisbawahi pentingnya memahami tawasul yang sesuai dengan ajaran Islam.

“Hanya milik Allah asmaul husna, maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaul husna itu…” (QS. Al-A’raf: 180)

Bertawasul dengan menggunakan asmaul husna dan sifat-sifat Allah juga diamalkan oleh Rasulullah SAW, seperti yang terlihat dalam hadis berikut:

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam salah satu doanya: ” …Aku memohon dengan setiap nama-Mu, yang telah Engkau berikan kepada diri-Mu, atau yang telah Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu, atau yang Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau yang Engkau simpan sebagai ilmu gaib di sisi-Mu…” (HR. Ahmad)

1. Bertawasul kepada Rasulullah SAW

Umat Islam meyakini bahwa siapa pun yang mencintai Rasulullah, akan mendapatkan kasih sayang dari Allah SWT. Karena Rasulullah adalah sosok yang dikasihi oleh Allah SWT, itulah dasar mengapa bertawasul kepada Rasulullah SAW diperbolehkan. Melalui tawasul ini, orang berharap agar segala kebutuhan dan hajatnya terkabul.

Dalam literatur agama, terdapat doa tawasul yang ditujukan kepada Nabi Muhammad SAW dan juga kepada seluruh para nabi, seperti yang dijelaskan oleh Imam Nawawi dalam Kitab Al-Kawakib Al-Durriyah fi Tarajum Al-Sadah Al-Shufiyah:

Allahumma inni atawajjahu ilaika bijaahi nabiyyika muhammadin shollallaahu ‘alaihi wa sallama wa bi abawaina adama wa hawwa-a ‘alaihimas salaam wa ma bainahuma minal anbiyaa-i wal mursaliina. Iqdhi haajati… (sebutkan hajatnya)

Artinya:

“ Ya Allah, aku menghadapkan diriku kepada-Mu dengan kedudukan Nabi-Mu, Muhammad Saw, dan dengan kedua orang tua kami, Adam dan Hawa, dan dengan para nabi dan rasul di antara keduanya. Penuhi hajatku… (sebutkan hajatnya).”

2. Bertawasul kepada Wali Allah

Di samping itu, menurut Sayyid Abdurrahman Ba’alawi dalam Kitab Bughyatul Mustarsyidin, tawasul juga dapat dilakukan melalui perantara para wali Allah SWT. Dalam kitab tersebut, beliau menjelaskan bahwa “menggunakan perantara para nabi dan wali, baik saat hidup maupun setelah wafat, adalah diperbolehkan menurut syariat, sebagaimana tercermin dalam hadits-hadits shahih seperti contoh ketika Nabi Adam AS berdoa saat berbuat kesalahan, hadits seseorang yang mengadukan masalah matanya, hadits tentang syafa’at, dan berbagai pengajaran yang diterima dari guru-guru agama kita, yang menerima dari guru-guru mereka, dan seterusnya.”

Menurut pkalianngan Sayyid Abdurrahman Ba’alawi, segala bentuk tawasul yang demikian diizinkan, karena para wali yang terdapat di berbagai daerah telah dijadikan contoh teladan. Mereka adalah individu yang mengajarkan kita tentang ajaran Islam. Tanpa bimbingan dari para wali, kita mungkin tidak akan memahami sepenuhnya ajaran-ajaran syariat.

Bacaan Tawasul yang Mustajab

Tawasul memiliki peran penting dalam mendapatkan rahmat dan petunjuk dari Allah. Bertawasul juga merupakan bagian yang sangat dianjurkan dalam ajaran Islam. Sebelum mengamalkannya, setiap Muslim perlu memahami prinsip-prinsip dasar tawasul terlebih dahulu, hal ini dilakukan agar tidak menimbulkan kesalahpahaman bagi mereka yang melakukannya.

Menurut M. N. Ibad dalam bukunya yang berjudul “Dzikir Agung Para Wali Allah: Sejarah Dzikrul Ghofilin dan Fadhilah Bacaannya,” terdapat empat prinsip dalam melakukan tawasul yang harus dipahami, yaitu:

  1. Meyakini bahwa hanya Allah yang berhak dimohonkan dan Dia adalah Yang Maha Pemberi Kebutuhan. Tidak boleh meyakini bahwa para nabi, wali, atau siapa pun yang dijadikan perantara dapat mengabulkan doa.
  2. Menyadari bahwa diri kita penuh dengan dosa dan kesalahan, sehingga kita memerlukan perantara orang saleh yang memiliki hak untuk membantu memperjuangkan permohonan kita.
  3. Menyadari bahwa tawasul adalah cara yang lebih sopan dalam memohon kepada Allah.
  4. Menyadari bahwa segala anugerah dari Allah kepada ciptaan-Nya selalu diberikan melalui perantara.

Setelah memahami dan menerapkan prinsip-prinsip tersebut, seorang Muslim baru dapat melakukan tawasul. Harapannya adalah bahwa doa yang dia panjatkan akan dikabulkan oleh Allah SWT.

Sementara itu, menurut buku “Kamus Doa” yang ditulis oleh Luqman Junaedi, bacaan tawasul yang dianggap mustajab adalah sebagai berikut:

Istigfar Sebanyak 3x

اَسْتَغْفِرُاللهَ الْعَظِيْمَ

Artinya: “Aku mohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung.”

Membaca Dua Kalimat Syahadat

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ
Artinya: “Aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan melainkan Allah. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah utusan Allah.”

Membaca Bacaan Tawasul

سْمِ اللهِ الرَّ حْمَنِ الرَّ حِيْمِ
اِلَى حَضَرَةِ النَّبِيِّ الْمُصْطَفَى صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ وَاَلِهِ وَاَزْوَا جِهِ وَاَوْلاَ دِهِ وَذُرِّيَّا تِهِ الْفَتِحَةْ (dilanjutkan dengan al-Fatihah)

Artinya: “Dengan nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang, kepada yang terhormat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang terpilih, kepadanya segenap keluarga para istri dan anak cucu beliau, bacaan al fatihah kami tujukan untuk beliau…”

اِلَ حَضَرَاتِ اِخْوَا نِهِ مِنَ الْاَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ وَالْاَوْلِيَاءِ وَاَلشَّهَدَاءِ وَاَلصَّا لِحِيْنَ وَاَلصَّحَا بَةِوَ التَّا بِعِيّنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَا مِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَ جَمِيْعِ الْمَلَئِكَةِ الْمُقَرَّ بِيْنَ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَيْدِ الْقَادِرِا لْجَيْلَا نِى . الْفَاتِحَةْ (dilanjutkan dengan al-Fatihah)

Artinya: “Kepada yang terhormat para hkaliani taulan dari para nabi dan rasul, para wali, para syuhada’, orang orang saleh, para sahabat,
para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas dan kepada segenap malaikat yang mendekatkan diri kepada Allah, terutama kepada penghulu kita syaikh Abdul Qadir Jailani.”

ثُمَّ اِلَي حَضَرَاتِ اِخْوَا نِهِ مِنَ الْاَنْبِيَاءِ وَ الْمُرْسَلِيْنَ وَالْاَوْلِيَاءِ وَاَلشَّهَدَاءِ وَاَلصَّا لِحِيْنَ وَاَلصَّحَا بَةِوَ التَّا بِعِيّنَ وَالْعُلَمَاءِ الْعَا مِلِيْنَ وَالْمُصَنِّفِيْنَ الْمُخْلِصِيْنَ وَ جَمِيْعِ الْمَلَئِكَةِ الْمُقَرَّ بِيْنَ خُصُوْصًا سَيِّدِنَا الشَّيْخِ عَيْدِ الْقَادِرِا لْجَيْلَا نِى . الْفَاتِحَةْ (dilanjutkan dengan al-Fatihah)

Artinya: “Kemudian kepada yang terhormat para hkaliani taulan dari para nabi dan rasul, para wali, para syuhada’, orang-orang saleh, para sahabat,
para ulama yang mengamalkan ilmunya, para pengarang yang ikhlas dan kepada segenap malaikat yang mendekatkan diri kepada Allah, terutama kepada penghulu kita syaikh Abdul Qadir Jailani.”

اِلَى جَمِيْعِ اَهْلِ الْقُبُوْرِ مِنَا لْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْ مِنَاتِ مِنْ مَشَارِ قِالْاَرْضِ وَمَغَا رِبِهَا بَرِّهَا وَبَحْرِ هَا خُصُوصًا اَبَاءَ نَاوَ اُمَّهَا تِنَا وَاَجْدَا دَنَاوَ جَدَّا تِنَا وَمَشَا يِخَنَا وَمَشَا يِخَ مَشَا يِخِنَا وَاَسَا تَذَةِ اِسَاتِذَ تِنَ (وَحُصُوْصًا اِلَى الرُّحِ …) وَلَمِنِ اجْتَمَعْنَا هَهُنَا بِسَبَبِهِ . الْفَتِحَةْ
(dilanjutkan dengan al-Fatihah)

Artinya: “Kepada segenap ahli kubur kaum muslimin laki laki dan perempuan, kaum mukminin laki laki dan perempuan dari timur dan barat, baik yang ada di darat maupun di laut, terutama kepada para bapak dan ibu kami, para nenek laki laki dan perempuan kami,
kepada syaikh kami dan syaikhnya syaikh kami, kepada gurunya guru kami, dan kepada orang yang menyebabkan kami sekalian berkumpul di sini.”

Membaca Tahlil

Bacaan tahlilnya terdiri dari: Al Fatihah (1x), Al Ikhlas (3x), An Falaq (1x), An Naas (1x), 5 ayat awal Al Baqarah, Ayat Kursi, 2 ayat terakhir Al Baqarah, Huud ayat 73, Al Ahzab ayat 33, dan Al Ahzab ayat 56.

Membaca Doa

اَلَّلهُمَّ صَلِّ اَفْضَلَ الصَّلَاةِ عَلَى اَسْعَدِ مَخْلُوْقَا تِكَ نُوْرِ الْهُدَى سَيِّدِ نَا مَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَعْلُوْ مَا تِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّا كِرُوْنَ وغَفَلَ عَنْ ذِكْرِكَ الْغَافِلُوْنَ
اَلَّهُمَّ صَلِّ اَفْضَلَ الصَّلَاةِ عَلَى اَسْعَدِ مَخْلُوْ قَاتِكَ شَمْسِ الضُّحَى سَيِّدِ نَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى اَلِ سَيِّدِ نَا مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَعْلُوْ مَاتِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكَرُ وْنَ وَغَفَلَ عَنْذِ كْرِكَ الْغَا فِلُوْنَ.
الَّلهُمَّ صَلِّ اَفْضَلَ الضَّلَاةِعَلَى اَسْعَدِ مَخْلُوْ قَاتِكَ بَدْ رِالدُّجَى سَيِّدِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّدٍ وَّعَلَى اَلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَدَدَ مَعْلُوْمَا تِكَ وَمِدَادَ كَلِمَاتِكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّا كِرُوْنَ وَغَفَلَ عَنْذِ كْرِكَ الْغَافِلُوْنَ . وَسَلِّمْ وَرَضِىَ اللهُ تَعَلَ عَنْ سَادَاتِنَا اَصْحَبِ رَسُوْلِ اللهِ اَجْمَعِيْنَ .

Artinya: “Ya Allah, tambahkanlah kesejahteraan yang paling utama kepada makhluk Engkau yang paling bahagia, yang menjadi sinar petunjuk, penghulu, dan pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad
dan kepada keluarga penghulu kami Nabi Muhammad sebanyak tinta kalimat-kalimat Engkau, tatkala orang-orang yang ingat berzikir dan tatkala orang-orang yang lupa tidak berzikir kepada Engkau.

Ya Allah, tambahkanlah kesejahteraan yang paling utama kepada makhluk Engkau yang paling bahagia, yang menjadi penerang laksana matahari di waktu duha, penghulu, dan pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad
dan kepada keluarga penghulu kami Muhammad, sebanyak bilangan yang Engkau ketahui dan sebanyak tinta kalimat-kalimat Engkau, ketika orang-orang yang ingat berzikir dan tatkala orang-orang yang lupa tidak berzikir kepada Engkau.

Ya Allah, tambahkanlah kesejahteraan yang paling utama kepada makhluk Engkau yang paling bahagia, yang menjadi penerang laksana bulan purnama di waktu gelap, penghulu, dan pemimpin kami, yaitu Nabi Muhammad,
sebanyak bilangan yang Engkau ketahui dan sebanyak tinta kalimat-kalimat Engkau, ketika orang-orang yang ingat berzikir kepada Engkau dan ketika orang-orang yang lupa tidak berdzikir kepada Engkau, dan tambahkanlah keselamatan.
Mudah-mudahan Allah memberi keridaan kepada para penghulu kami, yaitu semua para sahabat Rasulullah.”

Tata Cara Tawasul

Tawasul yang diizinkan adalah tawasul melalui perbuatan baik yang telah ditentukan oleh ajaran agama, seperti menggunakan nama-nama Allah (Asmaul Husna) dan sifat-sifat-Nya sebagai perantara. Allah berfirman:

وَلِلّٰهِ الْاَسْمَاۤءُ الْحُسْنٰى فَادْعُوْهُ بِهَاۖ وَذَرُوا الَّذِيْنَ يُلْحِدُوْنَ فِيْٓ اَسْمَاۤىِٕهٖۗ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ ۖ

Artinya: “Dan Allah memiliki Asmaul Husna (nama-nama yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya Asmaul Husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al A’raf: 180)

Inti dari ayat tersebut adalah bahwa umat Muslim diizinkan untuk menggunakan nama-nama Allah yang indah saat berdoa.
Menggunakan nama Allah dan sifat-sifat-Nya sebagai perantara juga diamalkan oleh Rasulullah. Dalam salah satu doanya, Rasulullah menyampaikan:

“Aku memohon dengan setiap nama-Mu, yang Engkau memberi nama diri-Mu dengannya, atau yang Engkau ajarkan kepada salah satu makhluk-Mu, atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu, atau Engkau sembunyikan dalam ilmu ghaib di sisi-Mu.” (HR. Ahmad)
Dikutip dari Syarah Hadits Pilihan Bukhari-Muslim oleh Abdullah bin Abdurrahman Alu Bassam (2019: 385), Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah membagi tawasul menjadi dua macam, yaitu diperbolehkan dan dilarang.

Penutup

Tawasul dalam memohon karomah bukan sekadar ritual atau tradisi belaka, melainkan refleksi mendalam dari hubungan spiritual antara hamba dengan Sang Pencipta, yang diperkuat dengan kecintaan kepada para utusanNya dan orang-orang shaleh.

Dalam setiap hembusan doa yang disertai tawasul, terkandung harapan besar untuk meraih karomah atau anugerah khusus dari Allah SWT.

Namun, yang perlu senantiasa kita ingat adalah bahwa esensi dari tawasul bukan pada perantaraannya, melainkan pada kerendahan hati kita dalam mengakui kebesaran Allah dan kemurahanNya yang tiada tara.

Tawasul mengajarkan kita untuk tidak hanya memkalianng kekuatan dan kemampuan sendiri, tetapi juga menghargai peran serta doa dan dukungan dari orang-orang yang kita percaya memiliki kedekatan dengan Allah.

Semoga dengan pemahaman dari exponesia.id yang benar dan tulus tentang tawasul, kita semakin diberikan petunjuk untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah, memohon karomahNya dengan kepasrahan dan keikhlasan.

Dan dalam setiap lembaran kehidupan kita, semoga tawasul menjadi salah satu sarana yang membawa kita ke dalam rahmat dan hidayahNya yang abadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *